• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

“Di Balik Debu dan Air Mata: Nasib Tragis PRT di Lebanon di Tengah Gempuran Israel”

img

Nuansapaginews.com Selamat beraktivitas dan semoga sukses selalu. Di Momen Ini saya akan mengupas tuntas isu seputar News, Bbc World. Catatan Artikel Tentang News, Bbc World Di Balik Debu dan Air Mata Nasib Tragis PRT di Lebanon di Tengah Gempuran Israel Tetap ikuti artikel ini sampai bagian terakhir.

    Table of Contents

Di tengah serangan udara yang dilancarkan oleh Israel di Lebanon selatan, Andaku (bukan nama sebenarnya), seorang pekerja rumah tangga asal Kenya yang berusia 24 tahun, terpaksa ditinggal sendirian dalam kondisi terkunci di rumah majikannya. Selama delapan bulan bekerja di Lebanon, ia mengaku bahwa bulan lalu adalah yang paling sulit, dengan peningkatan frekuensi pengeboman.

“Ledakan terjadi begitu sering. Majikan saya meninggalkan saya dan mengunci saya di dalam rumah untuk menyelamatkan diri,” jelas Andaku dalam wawancara dengan BBC.

Suara ledakan yang menghantui membuatnya mengalami trauma, dan ia tidak ingat berapa lama terkurung sebelum majikannya kembali. “Saat mereka kembali, mereka mengusir saya. Saya tidak pernah menerima gaji dan tidak tahu harus pergi ke mana,” tambahnya. Beruntung, Andaku memiliki cukup uang untuk naik bus menuju Beirut.

Andaku bukan satu-satunya yang mengalami situasi serupa. Pada Jumat, 4 Oktober, pejabat tinggi PBB mengungkapkan bahwa sebagian besar dari hampir 900 tempat penampungan di Lebanon sudah penuh, menyusul laporan tentang pekerja rumah tangga, sebagian besar perempuan, yang ditelantarkan oleh majikan mereka di tengah ketegangan yang meningkat.

Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), terdapat sekitar 170.000 pekerja migran di Lebanon, dengan banyak di antaranya berasal dari Kenya, Ethiopia, Sudan, Sri Lanka, dan Bangladesh. “Kami menerima banyak laporan mengenai pekerja rumah tangga yang ditinggalkan oleh majikan mereka, baik di jalanan maupun di rumah,” kata Mathieu Luciano, kepala kantor IOM di Lebanon, dalam konferensi pers di Jenewa.

Pekerja rumah tangga asing seringkali bekerja untuk membiayai keluarga mereka di negara asal. Rata-rata gaji bulanan untuk pekerja rumah tangga asal Afrika diperkirakan mencapai US$250 (sekitar Rp3,9 juta), sedangkan untuk pekerja dari Asia bisa mencapai US$450 (sekitar Rp7,03 juta).

Para pekerja ini biasanya direkrut melalui agen-agen lokal dan terikat pada sistem Kafala, yang menurut organisasi-organisasi HAM dianggap berbahaya. Sistem ini tidak menjamin perlindungan hak-hak pekerja migran, memungkinkan majikan untuk menyita paspor dan menahan gaji mereka. “Kurangnya perlindungan hukum dan ruang gerak yang terbatas mengakibatkan banyak pekerja menjadi korban eksploitasi,” tambah Luciano.

Mina, seorang pekerja rumah tangga asal Uganda yang telah bekerja di Lebanon selama satu tahun empat bulan, mengaku mengalami penganiayaan oleh majikannya. Setelah melarikan diri, dia terkejut karena harus bekerja lagi selama dua tahun untuk bisa pulang ke rumah.

“Setelah kembali ke agen, saya diminta untuk bekerja selama dua tahun sebelum bisa pulang. Mereka mengambil uang saya,” ungkap Mina yang berusia 26 tahun. Kesehatan mentalnya pun terganggu akibat suara ledakan yang terus menerus dan kondisi kerja yang menekan.

Fanaka, pekerja rumah tangga lainnya, menceritakan bagaimana dia dipindahkan ke berbagai rumah setiap dua bulan. “Saya terus menerus mengalami sakit kepala karena stres. Banyak pekerja rumah tangga yang terpaksa hidup di jalanan karena penampungan menolak mereka,” tambahnya.

Menurut laporan, Caritas Lebanon kini memberikan bantuan kepada sekitar 70 pekerja migran, terutama para ibu yang terpaksa meninggalkan anak-anak mereka. “Banyak yang memerlukan dukungan untuk kesehatan mental akibat trauma yang dialami,” kata Hessen Sayah Korban, kepala divisi perlindungan Caritas Lebanon.

Sejak awal Oktober, IOM mencatat lebih dari 700 permintaan baru untuk bantuan pemulangan ke negara asal. LSM seperti Caritas berkoordinasi dengan kedutaan besar dan konsulat untuk membantu proses deportasi pekerja yang terlantar kembali ke negara mereka.

Sekian informasi detail mengenai di balik debu dan air mata nasib tragis prt di lebanon di tengah gempuran israel yang saya sampaikan melalui news, bbc world Terima kasih atas dedikasi Anda dalam membaca selalu belajar dari pengalaman dan perhatikan kesehatan reproduksi. Bagikan juga kepada sahabat-sahabatmu. Sampai bertemu lagi

© Copyright 2024 - NUANSAPAGINEWS.COM Sumber Terpercaya untuk Berita Terkini
Added Successfully

Type above and press Enter to search.