Ekonomi RI Meroket, Tapi Dompet Rakyat Kosong: Ironi di Balik Pertumbuhan 8%

Nuansapaginews.com Semoga kamu tetap berbahagia ya, Di Kutipan Ini aku ingin membagikan pengetahuan seputar CNBC Indonesia, News, Berita. Catatan Informatif Tentang CNBC Indonesia, News, Berita Ekonomi RI Meroket Tapi Dompet Rakyat Kosong Ironi di Balik Pertumbuhan 8 Ikuti selalu pembahasannya sampai bagian akhir.
Table of Contents
Jakarta, CNBC Indonesia - Rendahnya pendapatan masyarakat serta terbatasnya lapangan kerja telah memperlemah daya beli masyarakat, yang pada gilirannya membebani perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat jelas dari penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia.
Angka Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global pada 1 November 2024 mencatatkan kontraksi berkelanjutan selama empat bulan berturut-turut: Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2). Penyebabnya adalah lemahnya daya beli masyarakat yang berdampak pada penurunan permintaan barang.
"Ini adalah wake-up call, yang mengingatkan kita bahwa perbaikan pada kelas menengah, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya beli mereka sangat diperlukan," kata Ekonom Senior sekaligus Co-Founder Creco Research, Raden Pardede, dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Minggu (10/11/2024).
Menurut Raden, tanpa adanya kelas menengah yang kuat, akan sangat sulit bagi Indonesia untuk berkembang, terutama jika negara ini bercita-cita untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% ke depan.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatatkan penurunan signifikan pada jumlah kelas menengah di Indonesia. Pada 2019, jumlah kelas menengah tercatat sebanyak 57,33 juta orang atau sekitar 21,45% dari total penduduk. Namun, pada 2024 jumlahnya menurun menjadi 47,85 juta orang atau 17,13% dari total penduduk.
Di sisi lain, jumlah kelompok masyarakat kelas menengah rentan (aspiring middle class) justru mengalami peningkatan, dari 128,85 juta orang atau 48,20% pada 2019 menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% pada 2024. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran signifikan, di mana banyak golongan kelas menengah yang terpaksa turun kelas ke kelompok ini.
Kelompok masyarakat yang rentan miskin juga mengalami peningkatan, dari 54,97 juta orang atau 20,56% pada 2019 menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% pada 2024. Bahkan, kelompok miskin juga tercatat sedikit mengalami kenaikan dari 25,14 juta orang atau 9,41% pada 2019 menjadi 25,22 juta orang atau 9,03% pada 2024.
Raden Pardede menegaskan, jika jumlah kelas menengah terus menyusut, maka harapan untuk menikmati pertumbuhan ekonomi yang cepat akan sangat terbatas. Kelas menengah adalah kelompok yang seharusnya memiliki daya beli yang kuat, tanpa harus mengandalkan tabungan.
"Kelas menengah adalah kekuatan besar yang kita miliki. Jika mereka kuat, daya beli mereka yang besar akan menggerakkan perekonomian Indonesia ke depan," ujarnya.
Raden juga mengingatkan pentingnya peran pemerintah dalam menjaga daya beli kelas menengah melalui pengaturan pendapatan yang stabil dan penciptaan lapangan kerja yang luas. Hal ini sangat penting karena sumber pertumbuhan ekonomi lainnya, seperti ekspor, sangat bergantung pada kondisi stabilitas ekonomi global.
"Jika kelas menengahnya tidak kuat, kita akan terlalu bergantung pada ekspor. Padahal, perekonomian dunia dalam sepuluh tahun terakhir masih lebih buruk dibandingkan dekade sebelumnya," tambahnya.
Pemerintah pun telah menegaskan komitmennya untuk fokus menguatkan konsumsi dan daya beli masyarakat sebagai salah satu langkah untuk mengatasi penurunan angka PMI Manufaktur Indonesia yang terus melemah.
Demikian penjelasan menyeluruh tentang ekonomi ri meroket tapi dompet rakyat kosong ironi di balik pertumbuhan 8 dalam cnbc indonesia, news, berita yang saya berikan Saya harap Anda merasa tercerahkan setelah membaca artikel ini selalu belajar dari pengalaman dan perhatikan kesehatan reproduksi. Jika kamu suka terima kasih atas perhatian Anda.